Diberdayakan oleh Blogger.
NitrouZ Daily Blog

Sabtu, 21 Januari 2012

PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU


BAB I
PENDIDIKAN KESEHATAN
DAN ILMU PERILAKU
(Dalam Kesehatan Masyarakat)
A. Kesehatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan baik seluruh badan serta bagian bagiannya (bebas dari rasa sakit); waras. Sedangkan menurut World Health Organization, kesehatan merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkingkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Batasan ini berangkat dari batasan kesehatan menurut World Health Organization (WHO), yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Berdasarkan batasan kesehatan menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, kesehatan tidak hanya mencakup aspek fisik, mental, spritual dan sosial tetapi juga melihat dari aspek ekonomi. Hal ini berarti bahwa kesehatan sesorang juga dinilai dari produktifitasnya baik secara ekonomi (pekerjaan yang menghasilkan nilai ekonomis) maupun secara sosial (kegiatan yang memberikan manfaat sosial bagi diri dan orang lain).
Keempat dimensi kesehatan tersebut (fisik, mental, spritual dan sosial) saling mempengaruh dalam mewujudkan tingka kesehatanindividu, kelompok, atau masyarakat. Sehingga kesehatan itu tidak hanya dinilai dari satu atau dua aspek, tapi melihat secara menyeluh dari semua aspek (holistik). Wujud dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut :
1. Kesehatan fisik (badan) terwujud apabila seseorang tidak merasakan sakit, dimana fungsi fisiologis tubuh berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup dua komponen utama yakni pikiran dan emosional. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir seseorang secara logis (masuk akal). Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya semisal takut, gembira, sedih, khawatir, dll.
3. Kesehatan spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur dan ibadahnya terhadap sang pencipta alam beserta isinya. Atau dengan kata lain, sehat secara spiritual dapat dilihat dari praktek keagamaan atau kepercayaannya.
4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan/berinteraksi secara baik dengan dengan lingkungan sosialnya. Interaksi tersebut berdasarkan nilai yang tidak membeda-bedakan suku, ras, agama, status sosial, status ekonomi dan sebagainya, yang didasari rasa saling menghargai dan toleransi.
Muhammmad Najib Bustan memberikan batasan sehat setidak-tidaknya terbebas dari 6 D :
1. Death (Kematian)
2. Disease (Penyakit)
3. Disability (Kecacatan /Ketidakmampuan)
4. Discomfort (Kekurang-nyamanan)
5. Dissatisfaction (Kekurang-puasan)
6. Destitution (Kemelaratan).
B. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan adalah segala upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Upaya untuk mewujudkan kesehatan tersebut dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat, pemerintah maupun sektor swasta. Upaya tersebut dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yakni peningkatan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Peningkatan kesehatan mencakup 2 (dua) aspek, yakni promotif (peningkatan kesehatan) dan preventif (pencegahan penyakit), sedangkan pemeliharaan kesehatan juga mencakup 2 (dua) aspek, yakni kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Upaya kesehatan terkonsentrasi dan diwujudkan dalam satu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan tersebut pada umumnya dibedakan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yakni :
1. Sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary care)
Sarana pelayanan kesehatan ini adalah sarana yang paling dekat pada masyarakat untuk kasus-kasus ringan, atau merupakan sarana pelayanan kesehatanyang bersentuhan langsung dengan masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya puskesmas non perawatan, poliklinik, dokter praktek, dll
2. Sarana pelayanan kesehatan tingkat dua (secondary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan dari kasus-kasus lanjutan yang tidak mampu ditangani di sarana pelayanan kesehatan primer karena keterbatasan sarana dan sumber daya yang tersedia. Misalnya puskesmas perawatan, rumah bersalin, maupun rumah sakit tipe C atau D.
3. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)
Sarana pelayanan kesehatan rujukan dari kasus-kasus yang tidak mampu ditangani di sarana pelayanan kesehatan primer maupun sekunder. Misalnya rumah sakit tipe A atau B.
C. Kesehatan Masyarakat
Secara umum ilmu tentang kesehatan dikelompokkan menjadi dua disiplin ilmu, yakni kesehatan individu (medicine/kedokteran) dan kesehatan masyarakat (public health). Beberapa perbedaan antara kedua disiplin ilmu tersebut antara lain sebagai berikut :
Medicine
Public Health
Individu
Sasaran
Masyarakat
Kuratif & Rehabilitatif
Pelayanan Kesehatan
Promotif & Preventif
Tidak ada keluhan sakit,
Tidak cacat
Indikator
Angka Kematian
Angka Kesakitan
Sembuh dari penyakit,
Kesehatan pulih kembali
Output/Keberhasilan
Kesejahteraan masyarakat meningkat
Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat, membuat definisi tentang kesehatan masyarakat yakni : kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk :
1) perbaikan sanitasi lingkungan
2) pemberantasan penyakit-penyakit menular
3) pendidikan untuk kebersihan perorangan (personal hygiene)
4) pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosa dini dan pengobatan
5) pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai 2 (dua) aspek yakni ilmu (teoritis) dan seni (praktis). Artinya bahwa dalam penyelenggaraan kasehatan masyarakat harus didasari teori yang mendukung, begitupun juga bahwa kesehatan masyarakat (terapan) harus mempunyai manfaat program pengembangan kesehatan itu sendiri. Dilihat dari rang lingkup atau bidang kajiannya, kesehatan mencakup sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit, epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen kesehatan, dan sebagainya.
D. Peran Pendidikan Kesehatan Dalam Kesehatan Masyarakat
Kesehatan merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Menurut Blum (1974), kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor utama, yakni : faktor lingkungan (environment), perilaku (behavior), pelayanan kesehatan (health care service), dan faktor keturunan (heredity).
Derajat Kesehatan Masyarakat

Perilaku
Keturunan
Lingkungan
Pelayanan Kesehatan

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat
Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan hendaknya dilakukan dengan mengintervensi keempat faktor yang mempengaruhi kesehatan tersebut. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi terhadap faktor perilaku. namun demikian, ketiga faktor lainnya (lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan, karena apabila kita mencermati lebih jauh lagi, masing-masing faktor punya keterkaitan dengan perilaku manusia, misalnya : perilaku masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sarana sanitasi lingkungan, perilaku masyarakat dalam mengupayakan peningkatan dan pemeliharaan kesehatannya, keadaran dan praktek hidup sehat dalam mewariskan nilai dan status kesehatan bagi anak atau keturunannya. Itulah sebabnya pendidikan kesehatan selalu terkait dengan upaya untuk memodifikasi perilaku individu, kelompok dan masyarakat dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat.
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN
(Promosi Kesehatan)
A. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
Dalam rangka upaya meningkatkan dn memelihara kesehatan, intervensi yang dilakukan terhadap faktor perilaku merupakan langkah yang strategis. Intervensi tersebut secara umum dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni melalui tekanan (enforcement) dan pendidikan (education).
1. Tekanan (enforcement)
Upaya ini dilakukan agar individu, keluarga dan masyarakat mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan, paksaan, penerapan undang-undang atau peraturan-peraturan (law enforcement), instruksi-instruksi, sanksi, dan sebagainya. Metode ini dan menimbulkan perubahan perilaku yang diinginkan dengan cepat, akan tetapi pada umumnya perubahan tersebut tidak bertahan. Hal ini disebabkan karena perilaku tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.
2. Pendidikan (education)
Upaya ini dilakukan agar individu, keluarga dan masyarakat mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara persuasif, himbauan bujukan, arahan, saran, pemberian informasi, an sebagainya melalui kegiatan yang disebut pendidikan dan atau penyuluhan kesehatan. Dampak kegiatan ini terhadap perilaku yang diinginkan membutuhkan waktu yang lama, akan tetapi ketika perilaku kesehatan tersebut telah berhasil diadopsi dengan baik maka perilaku tersebut akan bersifat menetap. Hal ini disebabkan karena perilaku didasari oleh pemahaman dan kesadaran terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan. Agar upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan pendidikan perlu dilakukan terlebih dahulu analisis terhadap masalah yang mendasari pada perilaku awal, dengan mengarahkan intervensi pada faktor yang mempengaruhi (determinan) perilaku itu sendiri. Menurut Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yakni :
a) Predisposing factor (faktor mendasar) ; pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan yang dianut masyarakat, sistem nilai sosial, tingkat pendidikan dan ekonomi, dan sebagainya.
b) Enabling factor (faktor pemungkin) ; ketersediaan fasilitas kesehatan, ketersediaan dan ketahanan pangan tingkat rumah tangga, dan sebagainya.
c) Reinforcing factor (faktor penguat) ; sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan tokoh agama serta petugas kesehatan, undang-undang dan atau aturan-aturan yang terkait dengan kesehatan, dan sebagainya.
Yankes

Status Kesh
Keturunan
Lingkungan
Perilaku
Proses Perubahan
Predisposisi ; Pengetahuan, sikap, nilai, kebiasaan)
Enabling ; sarana & sumber daya
Reinforcing ; Sikap & perilaku petugas
Penyuluhan
Pemberdayaan
Masyarakat
Pelatihan
Pendidikan/Promosi Kesehatan

Gambar 2. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan/Promosi Kesehatan
B. Batasan pendidikan / promosi kesehatan
Pendidikan secara umum merupakan segala upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan hal-hal yang diharapkan pendidik. WHO (1984), memberi batasan bahwa pendidikan kesehatan merupakan proses membuat individu/masyarakat mampu mengontrol dan memperbaiki kesehatannya. Sedangkan menurut Wood (1926), menekankan bahwa pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan kebiasaan / perilaku yang berhubungan dgn kesehatan perorangan dan masyarakat. Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan proses perkembangan yang dinamis (menerima/menolak informasi), sikap maupun perilaku baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat.
Output yang diharapkan dari pendidikan khususnya pendidikan kesehatan adalah terbentuknya perilaku baru yang sesuai dengan harapan pendidikan yang bermanfaat dan memberikan nilai bagi upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. Beberapa dimensi perilaku tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Perilaku ; Perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan diubah menjadi perilaku yag mengandung nilai-nilai kesehatan, atau dari perilaku negatif ke perilaku positisif. Misalnya kebiasaan merokok, minum minuman keras, ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan, termasuk bermalasan-malasan juga merupakan salah satu perilaku yang harus diubah, dan sebagainya.
2. Pembinaan Perilaku ; Pembinaan ini ditujukan kepada perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang sudah sehat agar dipertahankan. Misalnya olahraga teratur, makan dengan menu seimbang, membuang sampah pada tempatnya, dan sebagainya.
3. Pengembangan Perilaku ; pengembangan perilaku sehat ditujukan membiasakan hidup sehat pada usia dini. Misalnya membiasakan anak untuk mencuci angan sebelum makan dan setelah melakukan aktifitas fisik, mengosok gigi dan mandi secara teratur, dan sebagainya.
Dari uraian diatas, secara konsep pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk mempengaruhi individu, keluarga dan masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan secara operasional pendidikan kesehatan adalah upaya untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (psikomotorik) kepada individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan dan memelihata kesehatannya secara mandiri.
Dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan selama bertahun-tahun, mengalami beberapa kendala dalam mengintervensi faktor perilaku. Hambatan yang paling dirasakan adalah upaya intervensi pada faktor pendukung dari perilaku itu sendiri (enabling factor) antara lain penyediaan sarana dan prasarana sebagai konsekuensi dari upaya perubahan perilaku. Maka dari itu dilakukanlah upaya promosi kesehatan yang merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan masa lampau, dimana dalam promosi kesehatan bukan hanya proses pemberian dan/atau peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku tersebut dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana.
WHO merumuskan bahwa “Health promotion is the process of enabling people to control over and improve their health. To reach a state of complete physical, mental, and social well-being, and individual or group must be able to identify and realize aspiration, to satisfy needs, and to charge or cope with the environment” (Ottawa Charter, 1986). Atau Promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan orang (individu dan masyarakat) untuk mengontrol/memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai keadaan yang sejahtera (fisik, mental, dan sosial), maka individu/masyarakat harus mampu mengidentifikasi dan mewujudkan aspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi lingkungannya (Piagam Ottawa, 1986).
Hal ini berarti bahwa promosi kesehatan tidak hanya berkonsentrasi pada peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan saja tetapi lebih dari itu promosi kesehatan merupakan upaya kesehatan yang dirancang untuk membawa perbaikan , dalam diri indivdu, keluarga dan masyarakat dengan mempertimbangkan aspek penyehatan lingkungan (fisik, biologi, sosial budaya, politik dan sebagainya) dalam rangka meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka.
C. Visi, misi, dan strategi
Visi dalam konteks ini adalah apa yang diinginkan dalam pendidikan / promosi kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Visi tersebut tidak terlepas dari konsep WHO maupun yang tertuang dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yakni meningkatkan kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka baik fisik, mental, sosial maupun spiritual sehinga produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai visi tersebut, perlu langkah-langkah tertentu yang disebut misi. Misi pendidikan/ promosi kesehatan dapat dirumuskan menjadi 3 (tiga) butir yakni :
1. Advocate (mempengaruhi) ; kegiaatan ini ditujukan kepada para pembuat keputusan, di berbagai sektor yang terkait dengan program kesehatan. Hal ini dilakukan agar mereka mempercayai dan meyakini bahwa program yang ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan politik.
2. Mediate (menjembatani) ; melihat keterkaitan kesehatan dengan berbagai sektor, maka perlu menjalin kemitraan baik antar progran dalam sektor kesehatan maupun dengan berbagai sektor yang terkait diluar kesehatan.
3. Enable (memampukan) ; memberikan keterampilan kepada individu, keluarga dan masyarakat terkait nilai-nilai kesehatan agar mereka mampu secara mandiri untuk mengusahakan kesehatannya.
Berdasarkan rumusan visi dan misi tersebut, maka untuk ketercapaian secara efektif dan efisien diperlukan pendekatan strategis. Strategi global promosi kesehatan menurut WHO adalah melalui advocate (mempengaruhi), social support (dukungan sosial) dan empowerment (pemberdayaan masyarakat). Sedangkan strategi promosi kesehatan berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter) dikelompokkan menjadi 5 (lima) butir :
1. Kebijakan berwawasan kesehatan (health public policy)
2. Lingkungan yang mendukung (environment supportive)
3. Reorientasi pelayanan kesehatan (reoriented health service)
4. Keterampilan individu (personal skill)
5. Gerakan masyarakat (community action)
D. Sasaran dan tujuan
Sasaran utama pendidikan / promosi kesehatan adalah masyarakat khususnya perilaku masyarakat. Berdasarkan tahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran digolongkan dalan 3 (tiga) kelompok yaitu :
1. Sasaran Primer ; ditujukan kepada masyarakat langsung sebagai objek program, misalnya ibu hamil dan menyusui (untuk progran KIA/KB) ataupun anak sekolah (untuk program kesehatan remaja). Upaya ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).
2. Sasaran Sekunder ; ditujukan kepada para tokoh masyarakat dan tokoh agama dengan harapan agar menjadi jembatan dalam penyebarluasan informasi kesehatan. Upaya ini sejalan dengan strategi dukungan sosial (social support).
3. Sasaran Tersier ; ditujukan kepada para pembuat kebijakan terkait kesehatan dengan harapan agar kebijakan atau kepuusan yang dihasilkan berdampak positif terhadap kesehatan. Upaya ini sejalan dengan strategi mempengaruhi (advocate).
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup atau cakupan pendidikan / promosi kesehatan dapat dilihat dari 3 (tiga) dimensi, yakni :
1. Dimensi Aspek Pelayanan Kesehatan
a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif
Sasaran pendidikan kesehatan pada aspek promotif adalah orang sehat. Kelompok orang sehata dalam suatu komunitas mencapai 80 – 85% dari total populasi. Pendidikan kesehatan ada kelompok ini perlu dilakukan agar orang sehat tetap dibina kesehatannya, bahkan ditingkatkan.
b. Pendidikan kesehatan pada aspek preventif
1) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
2) Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
3) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
2. Dimensi Tatanan Pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai dari individu dalam keluarga sebagai unit masyarakat kecil. Sasaran utama pendidikan kesehatan adalah orang tua terutama ibu, karena ia merupakan peletak dasar perilaku terutama bagi anak-anaknya.
b. Pendidikan kesehatan pada tantanan sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan dalam keluarga. Oleh sebab itu lingkungan sekolah yang sehat akan sangat berpengaruh terhadap periaku sehat murid. Kunci utama pendidikan kesehatan di sekolah adalah guru yang pada umumnya lebih dipatuhi oleh murid-muridnya. Untuk itu perilaku guru harus mencerminkan nilai-nilai kesehatan.
c. Pendidikan kesehatan pada tatanan tempat kerja
Lingkungan kerja yang sehat akan mendukung kesehatan pekerja yang pada akhirnya akan menghasilkan produktifitas yang optimal. Sasaran pendidikan kkesehatan di tempat kerja adalah para manager institusi tempat kerja sehingga mereka peduli dan mau berbuat untuk meningkatkan kesehatan pekerjanya dan mengembangkan unit pendidikan kesehatan di tempat kerja, misalnya pembentukan unit K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
d. Pendidikan kesehatan pada tatanan tempat-tempat umum
Sasaran pendidikan kesehatan pada tatanan ini adalah para pengelola tempat-tempat umum seperti pasar, terminal, pusat perbelanjaan, taman kota, tempat-tempat olah raga, dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut harus dilengkapi fasilitas kesehatan dan sanitasi terutama WC umum dan air bersih. Selain itu sebaiknya diimbangi dengan himbauan-himbauan kesehatan dan kebersihan melalui leaflet, poster, spanduk, dll.
e. Pendidikan kesehatan pada tatanan fasilitas pelayanan kesehatan
Kadang sangat ironis ketika lingkungan dan perilaku pengelola fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik, dll yang kurang mencerminkan nilai-nilai kesehatan. Misalnya ada beberapa fasilitas kesehatan yang WCnya kotor, tidak tersedia air bersih, petugas yang merokok, lantai berdebu, dan sebagainya. Sasaran utama pendidikan kesehatan disini adalah pimpinan fasilitas pelayanan kesehatansebgai penanggung jawab atas terlaksananya pendidikan/promosi kesehatan di tempat tersebut. Para pemimpin fasilitas kesehatan diberikan advokasi, sedangkan karyawannya diberikan pelatihan-pelatihan, bahkan di beberapa rumah sakit mengembangkan unit pendidikan/promosi kesehatan sendiri yang disebut PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit).
3. Dimensi Tingkat Pelayanan
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkatan pencegahan (Five Level of Prevention).
a. Promosi Kesehatan (health promoton)
b. Perlindungan Khusus (specifik protection)
c. Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (early diagnosis and prompt treatment)
d. Pembatasan Cacat (disability limitation)
e. Rehabilitasi (rehabilitation)
BAB III
PROSES BELAJAR DALAM
PENDIDIKAN/PROMOSI KESEHATAN
A. Arti dan Lingkup Belajar
1. Arti Belajar
Pendidikan tidak terlepas dari rangkaian proses belajar, karena proses belajar itu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa batasan tentang proses belajar yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Hudgins Cs (1982) yang mengemukakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku yang diakibatkan adanya pengalaman. M. Sobri Sutikno (2007), berpendapat bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan, sedangkan Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa belajar adalah usaha untuk menguasai sesuatu yang berguna untuk kehidupan, atau dengan kata lain bahwa belajar merupakan Proses perubahan serta peningkatan kuantitas dan kualitas tingkah laku sebagai akibat interaksi dengan lingkungan.
2. Ciri-ciri Belajar
Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Pada dasarnya, kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri :
a. Menghasilkan perubahan pada diri individu ataupun kelompok yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial
b. Perubahan tersebut diperoleh karena kemampuan baru yang diperoleh individu ataupun kelompok yang sedang belajar, yang berlaku untuk waktu yang relatif lama
c. Perubahan-perubahan tersebut terjadi kare adanya usaha, bukan karena proses kematangan.
3. Prinsip Belajar
B. Prinsip-prinsip belajar
C. Beberapa teori proses belajar
D. Pendidikan orang dewasa
E. Belajar social (social learning)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mau nanya apa hubungan pendidikan kesehatan dengan promosi kesehatan

Posting Komentar